Advokasi Pelajar di Simpang Jalan
ilustrasi: Pelajar NU Bergerak | foto by republika.co.id |
Portal Pelajar Durenan - Ketika buruh merasa dirugikan akibat
gaji yang rendah dan fasilitas kurang layak, maka banyak buruh yang
diorganisir oleh berbagai organisasi atau serikat buruh melakukan aksi
ke jalan untuk menyampaikan aspirasi. Demikian halnya saat seorang
dokter merasa dikriminalisasi oleh lembaga hukum, segera saja berbagai
organisasi profesi dokter melakukan pembelaan baik melalui aksi
solidaritas ataupun pembelaan di media massa. Alasan utama isu tersebut
dengan mudah memunculkan aksi simpatik dan advokasi dari saudara
sesamanya adalah adanya berbagai organisasi, paguyuban dari komunitas
tersebut.
Respon semacam inilah yang belum muncul saat berbagai isu mendera dunia
pelajar. Masih ingat tentunya saat seorang siswi di daerah Tangerang
diperlakukan tidak senonoh oleh oknum wakil kepala sekolah. Hampir tidak
ada gerakan masif baik di dunia nyata ataupun media sosial untuk
memberikan solidaritas dan kepedulian terhadap isu ini. Padahal,
dukungan sosial dan solidaritas yang kuat diperlukan untuk memberikan
keyakinan positif terhadap korban. Begitupun dengan kasus-kasus serupa
di berbagai daerah di Indonesia.
Salah satu persoalan mendasar lemahnya advokasi terhadap kasus yang
menimpa pelajar adalah tidak adanya organisasi pelajar yang secara
khusus konsen terhadap isu kepelajaran. Memang tidak dapat dipungkiri
selama ini ada beberapa organisasi kepelajaran diantaranya Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama , Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama, Ikatan Pelajar Muhammdiyyah dan Pelajar Islam Indonesia (PII).
Meskipun memiliki struktur dan jaringan yang cukup luas akan tetapi
fungsi advokasi dan perlindungan terhadap pelajar belum terlihat secara
nyata. Sementara OSIS sebagai organisasi pelajar yang hampir ada di
setiap sekolah terlihat lebih terbatas karena tidak terkoordinasi dan
terstruktur secara luas.
Dalam kasus di atas, sejauh ini fungsi advokasi justru banyak dilakukan
oleh lembaga-lembaga yang mempunyai konsen terhadap soal lain seperti
KPA, Komnas perempuan dll. Sehingga dalam banyak hal, secara tidak
langsung menghilangkan esensi persoalan yaitu problem pelajar dan
diarahkan kepada isu lain yaitu perlindungan perempuan, perlindungan
anak, dsb. Pada akhirnya, kenyataan ini memunculkan perspektif yang
berbeda dalam menyikapi persoalan selain menimbulkan kesan apatisme
organisasi pelajar terhadap persoalan saudara mereka sendiri.
Menjadi sebuah ironi, ketika, ada jutaan penduduk Indonesia yang
berstatus sebagai pelajar. Akan tetapi organisasasi pelajar yang ada
belum memberikan aksi nyata dalam proses advokasi dan pengawalan isu-isu
kepelajaran. Advokasi pelajar seperti berada di simpang jalan saat
banyaknya isu yang terkait dengan isu kepelajaran justru tidak serta
merta memunculkan proses advokasi yang memadai dari organisasi pelajar.
Ada beberapa hal yang menjadikan kurang “gregetnya” organisasi
kepelajaran dalam melaksanakan fungsi advokasi. Pertama, selama ini
organisasi pelajar yang ada masih terkotak-kotak dalam garis ideologi
dan kepentingan sendiri-sendiri. Kedua, fungsi organisasi pelajar hanya
berhenti kepada wadah penyaluran kreatifitas, belum sampai kepada fungsi
advokasi. Ketiga, belum adanya strategi dan wawasan advokasi yang
memadai oleh para pegurus organisasi. Ketiga hal ini, diperparah dengan
masih kurangnya akses terhadap media massa.
IPNU dan Advokasi Pelajar
Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama merupakan salah satu organisasi berbasis
pelajar dan santri di bawah naungan NU. Sejak didirikan pada tanggal 24
Februari 1954 IPNU sudah mengambil bagian dalam proses gerakan pelajar
di Indonesia. Sekurang-kurangnya selama ini ada 3 fungsi penting dalam
membaca kiprah IPNU di panggung sejarah. Pertama, IPNU hadir terdepan
dalam proses kaderisasi dan regenerasi pelajar NU. Kedua, IPNU menjadi
pemegang mandat paling sah dalam membawa nama NU dalam setiap kontestasi
dan dinamika gerakan pelajar di Indonesia. Terakhir, IPNU menjadi wadah
aspirasi utama bagi pengembangan potensi pelajar NU.
Lantas bagaimanakah peran IPNU dalam proses advokasi pelajar? Menurut
penulis, tak berbeda dengan organisasi pelajar yang lain, IPNU hampir
tidak pernah hadir dengan persoalan isu-isu kepelajaran. Fakta bahwa
IPNU merupakan organisasi pelajar yang berorientasi pengkaderan memang
hal yang wajar akan tetapi sudah semestinya hal itu menjadi penghambat
dalam proses advokasi pelajar. Bahkan jika IPNU mampu melakukan
kerja-kerja advokasi yang memadai, hal ini akan menjadi nilai tambah
tersendiri.
Salah satu contoh, saat kurikulum 2013 diluncurkan tahun lalu sempat
terjadi pro dan kontra. Semestinya organisasi pelajar termasuk IPNU
mengambil bagian dalam proses itu. Artinya, organisasi pelajar dapat
melakukan kajian dan diskusi terkait kurikulum 2013 dalam perspektif
pelajar. Sehingga selain dapat menonjolkan bagaimana sebenarnya suara
pelajar dalam kontek isu tersebut juga dapat menambah sudut pandang
dalam melihat hal itu. Akan tetapi ini tidak terlihat dilakukan oleh
organisasi pelajar termasuk IPNU.
Dalam konteks ini, maka diperlukan reorientasi terhadap gerakan
organisasi pelajar. IPNU yang ada saat ini sebenarnya memiliki jaringan
struktur yang cukup mapan sampai ke daerah-daerah. Namun, potensi itu
belum diarahkan untuk melakukan fungsi advokasi dan kontrol terhadap
isu-isu dunia pelajar. Hal yang berbeda dapat ditemukan di organisasi
kemahasiswaan, selain sebagai wadah belajar organisasi, dalam banyak hal
organisasi kemahasiswaan sudah menjadi tempat untuk menyampaikan
aspirasi dan juga advokasi terhadap kepentingan mahasiswa.
Dengan demikian, tantangan ke depan adalah bagaimana IPNU lebih fokus
kepada isu dan persoalan dunia kepelajaran. Untuk itu paling tidak ada
beberapa hal yang patut dilakukan untuk meningkatkan fungsi advokasi
tersebut. Pertama, pemberian wawasan advokasi dan wacana isu-isu
kepelajaran baik kepada kader, anggota atau pengurus di berbagai
jenjang. Bahkan jika perlu materi advokasi pelajar dimasukkan dalam
materi wajib di acara pengkaderan. Kedua, memperluas akses jaringan ke media dan pemerintah. Ketiga,
meningkatkan sensitifitas terhadap isu yang menerpa dunia pelajar
dengan mengoptimakan kajian dan diskusi tentang tema kepelajaran.
Dalam skala lebih luas, IPNU dapat mendorong kembali poros pelajar untuk
lebih proaktif dalam melakukan pengawalan isu-isu kepelajaran. Apabila
itu dapat dilakukan, IPNU akan menjadi garda terdepan dalam mengawal
nasib pelajar di Indonesia. Semoga dan Selamat Harlah IPNU ke-60.
Penulis : Nasukha Ibnu Thobary (Ketua Cabang IPNU Kota Yogyakarta dan penulis buku “Kunci Rahasia Menjemput Jodoh Idaman”)
Posting Komentar untuk "Advokasi Pelajar di Simpang Jalan"